
Mama-mama pedagang Papua yang tergabung dalam P2MPKS seusai melakukan audiens dengan pihak DPR PBD (doc: P2MPKS)
Sorong, PBB – Aroma buah sirih-pinang yang dikunyah tercium di sudut-sudut pasar Kota Sorong. Bersamanya, mama-mama pedagang Papua menggelar dagangan mereka berupa sirih pinang kapur, sayur mayur, buah segar, ikan asar hingga anyaman kerajinan.
Aneka dagangan itu ada yang diatur diatas meja jualan, gerobak atau ditumpuk diatas tanah dengan beralaskan karung dan lembaran karton. Inilah keseharian situasi pedagang Papua di sejumlah pasar di Kota Sorong maupun di emperan toko hingga pinggir jalan.
Di balik tumpukan dagangan, berdiri tegar para perempuan tangguh yang dikenal sebagai Mama-mama Pedagang Papua.
Mereka bukan sekadar pedagang, melainkan penjaga roda ekonomi keluarga-keluarga Papua. Para pejuang kehidupan yang setiap hari menghadapi tantangan demi sesuap nasi.
Namun, perjuangan mereka tak hanya sebatas mencari nafkah. Ada persoalan yang lebih besar, yang coba mereka hadapi secara sistemik: kurangnya dukungan dan kebijakan yang memihak kepada mereka dalam ruang Otonomi Khusus Papua.
Pada pertengahan September 2025, sebuah langkah besar diambil. Pengurus Pedagang Mama Papua Kota Sorong (P2MPKS), bersama para pendamping dan perwakilan kelompok pedagang, bergerak menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat Daya (PBD).
Kunjungan mereka bukan tanpa tujuan. Mereka datang untuk beraudiensi, menyuarakan aspirasi yang selama ini terpendam: meminta para wakil rakyat untuk mengawal tuntutan mereka yang masih diperjuangkan.
“Kunjungan kami P2MPKS ke DPRD Papua Barat Daya hanya untuk audiens dengan wakil rakyat di parlemen untuk sama-sama mengawal tuntutan mama-mama pedagang asli Papua, terutama dalam hal penyediaan model pasar yang representatif,” ujar Yohanis Mambrasar, salah satu pendamping P2MPKS.
Tidak hanya itu, kelompok yang memperjuangkan aspirasi mama-mama pedagang Papua se Sorong Raya itu mendesak pemerintah daerah perlu memberikan modal usaha, dan fasilitas serta pembinaan terhadap pedagang mama-mama Papua.
Aspirasi yang disampaikan P2MPKS kepada DPRD PBD tak main-main. Mereka tidak hanya meminta bantuan, melainkan mendorong adanya perubahan fundamental dalam sistem pembinaan pedagang asli Papua.
Selama ini, mereka merasa kebijakan pemerintah terlalu fokus pada pendekatan politik anggaran. Dimana keberhasilan hanya diukur dari penyerapan dana, bukan dari dampak nyata yang dirasakan masyarakat.
“Pendekatan politik anggaran terbukti tidak efektif dalam membangun kemajuan masyarakat Papua, namun tetap saja digunakan,” demikian catatan P2MPKS.
Pola kerja ini, menurut mereka, hanya melahirkan kebijakan yang tidak tepat sasaran dan menjadi celah bagi oknum untuk melakukan korupsi atas nama pembangunan.
Alih-alih pendekatan yang usang, P2MPKS mendesak pemerintah untuk merumuskan pola baru pembinaan yang efektif dan berkelanjutan. Pola ini harus mampu membina pedagang hingga mereka menjadi mandiri.
Mereka ingin memastikan bahwa dana Otonomi Khusus (Otsus) yang nilainya mencapai triliunan rupiah setiap tahun, benar-benar sampai dan bermanfaat bagi rakyat Papua, khususnya di sektor pasar.
Audiensi yang berlangsung pada Selasa, 16 September 2025 itu berjalan dengan khidmat. Perwakilan P2MPKS yang dipimpin ketuanya Levina Duwith, didampingi Yohanis Mambrasar dan Robert Nauw sebagai relawan tim advokasi, memaparkan secara rinci aspirasi mereka.
Mereka menjelaskan perjuangan panjang yang telah dilakukan, mulai dari mengonsolidasikan pedagang dalam wadah P2MPKS, melakukan pendataan, hingga bertemu dengan Gubernur dan Dinas terkait.
Tuntutan utama mereka mencakup beberapa hal: pembangunan pasar khusus yang layak bagi pedagang asli Papua, pemberian modal usaha dan fasilitas yang memadai, hingga pembinaan usaha yang sistematis dan berkelanjutan.
Menanggapi paparan tersebut, Wakil Ketua 1 DPRD PBD, Fredi Marlisa, memberikan respons positif. Ia menegaskan kesiapan DPR untuk mengawal aspirasi P2MPKS dan memprioritaskan program dukungan usaha pedagang Papua dalam sidang perubahan anggaran.
Fredi bahkan meminta pertemuan khusus antara Komisi 4 DPRD PBD dengan P2MPKS untuk menyerap aspirasi tersebut menjadi pokok-pokok pikiran dewan.
Kisah para Mama Papua ini adalah cerminan dari perjuangan rakyat kecil yang berani melawan ketidakadilan sistem. Ketidakadilan yang dibiarkan terjadi di depan mata.
Mereka mengajarkan kita bahwa perubahan tidak akan datang begitu saja, jika hanya menunggu. Perubahan harus diperjuangkan dan disuarakan dengan lantang.
Langkah P2MPKS ini merupakan harapan baru, bukan hanya bagi pedagang di Sorong, tetapi juga bagi seluruh rakyat Papua yang mendambakan pembangunan yang adil dan benar-benar memihak kepada mereka. (Julian Haganah Howay)