Keindahan Teluk Doreri saat senja menjelang (doc: liputan6.com)
Manokwari, Papua Barat – Terletak di kawasan pesisir Manokwari, Papua Barat, Teluk Doreri bukan hanya sebuah teluk biasa.
Teluk yang dihiasi latar Pegunungan Arfak yang menjulang megah di kejauhan ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah masuknya Injil di tanah Papua melalui Pulau Mansinam, sebuah pulau kecil di dalam teluk ini.
Pulau Mansinam dan Pulau Lemon yang menyembul di permukaan Teluk Doreri, menjadi bagian dari mozaik keindahan alam dan budaya daerah yang sarat nilai sejarah.
Namun, di balik keindahan dan sejarahnya, Teluk Doreri kini menghadapi masalah lingkungan yang serius: pelukan sampah yang semakin mengancam kelestarian perairannya.
Teluk Doreri menjadi tempat bertemunya aliran air dari beberapa sungai yang membawa berbagai jenis sampah, baik organik maupun anorganik, ke perairan teluk ini.
Aktivitas manusia di kawasan sekitar, termasuk keberadaan Pasar Sanggeng dan Pasar Wosi, pelabuhan, pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) Sanggeng, pertokoan, hotel, rumah makan, serta kompleks pemukiman yang padat, ikut menyumbang limbah yang berakhir di teluk.
Data penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di sejumlah kompleks pemukiman cenderung membuang sampah ke laut atau pesisir pantai Teluk Doreri. Ini tentu memperparah kondisi pencemaran yang terjadi.
Luky Sembel, ahli kelautan dari Universitas Papua, dalam penelitian mereka di tahun 2016 mengungkapkan, parameter seperti kadar nitrat, fosfat, dan logam berat kadmium di perairan Teluk Doreri telah melampaui baku mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Hal ini sangat mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan potensi degradasi lingkungan dan risiko bencana bagi biota perairan. “Kadmium, yang biasanya berasal dari aktivitas pelabuhan dan industri sekitar, memiliki potensi toksik tinggi dan bisa menimbulkan akumulasi berbahaya dalam rantai makanan.” ujarnya.
Dari sisi komunitas, Alexander Sitanala, aktivis lingkungan dari Ketapang Dive Community (KDC) Kwawi Manokwari, sebuah organisasi penyelam konservasionis, juga angkat bicara seputar kondisi Teluk Doreri.
Ketua komunitas tersebut menyatakan, Teluk Doreri adalah salah satu kawasan yang dulu kaya dengan biota laut dan habitat terumbu karang. Namun kini ditemukan banyak sampah plastik dan limbah lain yang menyelimuti dasar laut dan pesisir.
“Ini sangat merusak ekosistem dan menghambat pertumbuhan biota laut.” ungkap pria yang sering dipanggil dengan nama Icon ini. Sejak kehadirannya, KDC selama ini bersama berbagai komunitas telah melakukan aksi bersih-bersih secara rutin sebagai usaha mitigasi pencemaran.
Dari sisi pemerintah daerah, Legius Wanimbo, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Papua Barat, menyampaikan apresiasi atas partisipasi semua pihak dalam upaya pelestarian dan pembersihan lingkungan.
Namun, ia juga menegaskan bahwa persoalan polusi plastik menjadi ancaman serius yang terus memburuk akibat produksi plastik yang tidak terkendali serta pencemaran limbah domestik dan industri yang belum sepenuhnya terkelola dengan baik.
Padahal, Papua Barat sudah menetapkan Perda Khusus tentang Pembangunan Berkelanjutan yang menargetkan perlindungan terhadap kawasan hutan dan wilayah laut, termasuk Teluk Doreri.
“Cuma sayangnya, efektivitas Perda tersebut membutuhkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat agar bisa berjalan,” katanya.
Kondisi pemukiman yang padat serta kurangnya kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah. juga menjadi faktor utama persoalan ini.
Seperti dilaporkan, sebagian besar warga masih membuang sampah ke sungai dan pesisir Teluk Doreri, yang pada akhirnya mencemari air laut. Penelitian juga menunjukkan bahwa kekeruhan air di beberapa lokasi Teluk Doreri melebihi batas standar kualitas air, meskipun sebagian besar masih dapat mendukung kehidupan biota laut.
Berbagai parameter kualitas air menunjukkan adanya penurunan kualitas yang signifikan di Teluk Doreri. Misalnya, keasaman (pH) air masih relatif asam. Namun tingginya kadar fosfat dan nitrat, serta kadar oksigen terlarut yang fluktuatif turut menjadi perhatian serius para ilmuwan dan pemerhati lingkungan.
Masyarakat di sekitar Teluk Doreri sendiri menyampaikan keresahan mereka. Seorang ibu rumah tangga yang tinggal di salah satu kompleks pemukiman mengungkapkan, sampah sesungguhnya masalah besar, tapi seringkali tidak ada tempat sampah yang memadai.
“Kami juga belum sepenuhnya paham tentang dampak buruk membuang sampah sembarangan.” ujarnya. Sementara itu, seorang nelayan lokal menambahkan, “Ikan-ikan makin sedikit, dan kadang kami menemukan sampah plastik bahkan di dalam perut ikan. Ini menyulitkan kami mencari nafkah.”
Teluk Doreri, yang dulu menjadi saksi masuknya Injil dan kekayaan alamnya yang luar biasa, kini perlu perhatian konkrit dari seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan aktivis lingkungan untuk membebaskan pelukannya dari sampah.
Upaya kolaboratif pembersihan, edukasi tentang pengelolaan sampah, serta penegakan aturan lingkungan harus diprioritaskan agar Teluk bersejarah ini tidak hanya menjadi kenangan masa lalu. Tetapi juga bisa diwariskan dalam kondisi lebih baik bagi generasi mendatang.
Teluk Doreri bukan hanya teluk biasa. Telukini menyimpan sejarah, budaya, dan ekosistem yang harus dijaga. Saatnya kita bangun kesadaran bersama dan bergerak nyata demi kelestariannya. (Julian Haganah Howay)
