
Advokat Yan Christian Warinussy bersama tersangka ZT saat persidangan di Pengadilan Negeri Manokwari (doc: YCW)
Manokwari, Papua Barat – Di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Manokwari, ketegangan terasa begitu pekat, seolah membelah udara yang dingin.
Tepat pukul 13.00 WIT, Ketua Majelis Hakim Helmin Somalay yang didampingi oleh hakim anggota Caroline D. Yuliana Awi dan Muslim Muhayamin Ash Shidiqqi, membacakan putusan yang dinanti-nanti.
Di hadapan mereka, duduklah Zakarias Tibiay (ZT), seorang pria yang namanya terseret dalam pusaran kasus besar yang mengguncang Manokwari. Vonis akhirnya dijatuhkan: 7 bulan dan 10 hari penjara.
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta 8 bulan. ZT dinyatakan bersalah melanggar dakwaan pertama, yakni memiliki senjata api rakitan laras panjang jenis AK-47 tanpa izin, sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Namun, putusan ini menyimpan sebuah kejutan. Majelis hakim dengan tegas menyatakan bahwa dakwaan kedua, terkait dugaan percobaan pembunuhan terhadap Advokat Yan Christian Warinussy, sama sekali tidak terbukti.
Vonis ini seolah menjadi pembebasan bagi ZT, yang sejak awal telah diyakini oleh Yan Christian Warinussy, korban penembakan itu sendiri, tidak terlibat. “Sejak awal saya yakin Terdakwa ZT tidak terlibat dalam kasus saya,” ujar Warinussy, usai sidang.
“Fakta persidangan hari ini membuktikan hal itu. Karena itu, saya kira ZT dan keluarganya bisa mengajukan ganti rugi sesuai hukum yang berlaku.”
Kronologi Kasus Penembakan
Peristiwa itu terjadi lebih dari setahun yang lalu, sebuah sore yang tenang di Manokwari yang tiba-tiba tercoreng oleh kekerasan.
Rabu, 17 Juli 2024, sekitar pukul 16.45 WIT. Yan Christian Warinussy, seorang advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) ternama di Papua, berjalan melintasi Jalan Yos Sudarso, Sanggeng, Manokwari.
Ia baru saja keluar dari Bank Mandiri dan hendak menyeberang menuju mobilnya yang terparkir di depan Toko Harapan Sanggeng. Tiba-tiba, suara “tak” yang cukup keras terdengar dari arah depan kanannya.
Seketika itu, ia merasakan benda asing nan keras menghantam dadanya. Anehnya, ia tidak merasakan pusing atau sakit berlebihan. “Hey nak, coba kalian keluar lihat jangan sampai ada orang yang main kartafel lalu mengenai dada bapa ini,” serunya kepada anak-anaknya yang saat itu menunggu di dalam mobil.
Namun, anaknya yang keluar melihat luka itu langsung berteriak, “Aduh bapa, itu ada luka berdarah lagi di dada bapa!” Anak yang lain menimpali, “Bapa, itu bukan luka bekas kartafel, tapi itu seperti luka tembakan senjata.”
Seketika, Yan Warinussy menyadari betapa seriusnya kejadian itu. Dugaan kuatnya, tembakan berasal dari sebuah mobil berwarna gelap yang melintas di depannya.
Ia belum bisa memastikan jenis maupun nomor plat mobil itu. Segera setelah itu, ia dan keluarganya bergegas ke kantor polisi untuk membuat laporan.
Kasus ini langsung menarik perhatian nasional dan internasional. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menyebut penembakan itu sebagai “terror” terhadap Warinussy dan kinerjanya sebagai pembela HAM.
Ia mendesak kepolisian untuk segera mencari pelaku dan dalang di balik serangan tersebut. “Amnesty Internasional mengutuk peristiwa penembakan terhadap Yan Warinussy,” tegas Usman Hamid.
Siapa Dalangnya?
Upaya pengejaran pun dimulai. Walaupun beberapa waktu setelah penembakan itu terjadi, belum ada satu pun pihak yang dicurigai sebagai pelaku ditangkap polisi.
Hal ini menyulut protes, desakan dan seruan dari berbagai pihak agar kepolisian perlu segera menyelidiki dan menangkap para terduga pelaku. Setelah tujuh bulan penyelidikan intensif, Polresta Manokwari mengumumkan sebuah penangkapan pada 4 Februari 2025.
Tersangka berinisial ZT berhasil diringkus. Namun, Kapolresta Manokwari, Kombes Pol RB. Simangunsong, S.I.K., M.Si., mengungkapkan bahwa ZT hanyalah salah satu dari lima pelaku. Empat lainnya masih buron, termasuk pelaku utama berinisial OU.
Simangunsong menjelaskan, motif di balik penembakan itu ternyata bukan karena kasus-kasus besar yang selama ini ditangani oleh Yan Warinussy. “Dari pengakuan ZT, motifnya murni didasari dendam pribadi,” kata Kapolresta.
Para pelaku sakit hati karena Warinussy menjadi kuasa hukum keluarga Sayori dalam kasus penembakan yang berhasil diungkap oleh Satreskrim Manokwari.
Penangkapan ZT membuka tabir baru. Ia ternyata juga terlibat dalam kepemilikan senjata api ilegal terkait insiden penembakan di Gunung Meja.
Atas perbuatannya, ZT dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 juncto Pasal 55 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, serta Undang-Undang Darurat dengan ancaman 12 tahun penjara.
Kini, dengan vonis terhadap Zakarias Tibiay (ZT) yang telah dijatuhkan, dan fakta bahwa dakwaan percobaan pembunuhan terhadapnya gugur, kasus ini kembali menjadi sorotan.
Keyakinan Yan Warinussy bahwa ZT tidak bersalah terbukti. Ia kini mendesak kepolisian untuk membuka kembali penyelidikan kasus percobaan pembunuhan terhadap dirinya. “Dugaan kami kuat, bahwa pelaku dan dalangnya bukan orang kecil seperti ZT,” tegasnya.
Menurut Warinussy, motif di balik serangan terhadapnya sangat mungkin lebih luas dari sekadar dendam pribadi.
“Percobaan pembunuhan ini jelas bermotif besar, bukan sekadar sakit hati atau balas dendam,” ungkap advokat senior yang pada 2005 telah meraih penghargaan internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” dari Kanada ini.
“Motifnya jelas terkait dengan kerja-kerja saya membela HAM di Manokwari dan Papua.”
Sementara ZT mungkin dapat menuntut ganti rugi atas penangkapan dan penahanan yang ia alami, misteri siapa dalang sesungguhnya di balik penembakan Yan Christian Warinussy pada 17 Juli 2024 masih menjadi teka-teki.
Sebuah luka fisik telah sembuh. Tetapi pertanyaan tentang keadilan dan kebenaran masih menggantung, menunggu jawaban yang sesungguhnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, langkah hukum terbaru justru datang dari Warinussy sendiri. Hari ini, Senin (22/9), ia secara resmi menerima kuasa hukum dari Zakarias Tibiay, mantan terdakwa yang kini menjadi kliennya.
Pemberian kuasa ini sesuai amanat Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1792. “Zakarias Tibiay telah menyerahkan kuasa kepada saya untuk mewakili kepentingan hukumnya,” kata Warinussy.
Sebagai langkah awal, Warinussy akan meminta klarifikasi dari pihak-pihak berwenang yang telah melakukan tindakan hukum terhadap kliennya tersebut.
Sementara ZT kini memiliki kesempatan untuk menuntut ganti rugi, pertanyaan besar tentang siapa dalang sesungguhnya di balik penembakan Yan Christian Warinussy masih menggantung. Akankah kebenaran akhirnya terungkap, atau kasus ini akan menjadi misteri yang tak terpecahkan? (Julian Haganah Howay)