
Gambar ilustrasi (doc: wenebuletin)
BANYAK orang Papua hari ini tengah bangkit, bukan hanya dalam perjuangan sosial, budaya dan politik, tetapi juga dalam membangun kemandirian ekonomi.
Di pasar-pasar kecil dari Sorong hingga Wamena, anak-anak muda membuka lapak, menjual kopi lokal, hasil kebun, bahkan memulai usaha jasa berbasis digital. Namun, di balik semangat kewirausahaan ini, ada satu masalah yang jarang disadari tapi sangat menentukan: kebocoran uang usaha.
Kita sering mendengar bahwa usaha gagal karena tidak ada pembeli, omzet kecil, atau karena pesaing terlalu banyak.
Padahal, dalam kenyataannya, banyak usaha kecil justru ambruk karena satu hal yang lebih sederhana dan sepele: uang keluar terus tanpa arah yang jelas. Ini bukan cuma persoalan teknis, tapi menyangkut cara pikir, budaya, dan kebiasaan dalam mengelola usaha.
Orang Papua dikenal dengan budaya solidaritasnya yang kuat. Bila ada keluarga atau teman yang butuh bantuan, tangan selalu terbuka. Ini kekuatan. Tapi dalam konteks usaha, ini juga bisa menjadi tantangan.
Banyak pelaku usaha pemula merasa tidak enak untuk berkata “tidak” ketika ada saudara yang kasbon tanpa catatan, atau ketika uang usaha digunakan untuk keperluan keluarga karena alasan “darurat”.
Solidaritas adalah nilai luhur, tapi usaha butuh batas. Jika uang usaha terus dipakai tanpa perhitungan, bisnis bisa runtuh pelan-pelan. Di sinilah pentingnya disiplin finansial.
Bukan untuk menjadi pelit, tetapi untuk menjaga keberlangsungan usaha agar bisa terus memberi manfaat, termasuk kepada orang-orang terdekat.
Pengelolaan Keuangan Adalah Kunci
Manajemen keuangan dalam bisnis bukan perkara ribet. Ini soal bagaimana seseorang mampu merencanakan, mencatat, dan mengawasi keluar-masuknya uang dengan bijak.
Seorang pengusaha, sekalipun skala usahanya masih sangat kecil, perlu tahu ke mana arah uangnya mengalir. Tanpa itu, usaha hanya seperti ember bocor: sebanyak apapun air dituangkan, tidak akan pernah penuh.
Berbagai studi menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan yang buruk adalah penyebab utama gagalnya lebih dari separuh UMKM di Indonesia dalam tiga tahun pertama. Bukan karena kurang modal atau ide bisnis yang buruk, tetapi karena tidak adanya sistem pengendalian keuangan yang disiplin.
Lima Langkah Mencegah Kebocoran Uang Usaha
Berikut adalah langkah-langkah sederhana yang bisa diterapkan siapa saja, termasuk pebisnis muda Papua yang baru merintis:
Pertama, pisahkan uang pribadi dan uang usaha. Gunakan dua rekening berbeda. Jangan mencampur uang untuk belanja dapur dengan uang untuk belanja stok barang.
Kedua, catat setiap pengeluaran dan pemasukan, sekecil apapun. Mulai dari uang parkir, pulsa, hingga pembelian kopi untuk pelanggan. Gunakan buku catatan harian atau aplikasi keuangan.
Ketiga, buat anggaran bulanan dan patuhi batasannya. Dengan membuat rencana keuangan, pelaku usaha bisa mengukur dan mengendalikan pengeluaran.
Keempat, pantau arus kas setiap minggu. Jangan tunggu akhir bulan. Periksa berapa uang yang masuk dan keluar secara berkala agar tidak kaget saat uang tiba-tiba habis.
Kelima, hindari utang konsumtif. Jangan tergoda mengambil pinjaman atas nama usaha untuk membeli barang mewah atau gaya hidup.
Pengelolaan uang saja tidak cukup. Harus ada semangat, visi, dan motivasi yang kuat. Dalam banyak kasus di Papua, banyak anak muda memulai usaha karena ikut-ikutan.
Buka kafe karena teman buka kafe, jual jus karena tetangga jual jus. Padahal, bisnis butuh lebih dari sekadar tren, ini butuh arah, konsistensi dan tekad yang kuat.
Berikut ini ada beberapa prinsip penting yang harus dimiliki oleh setiap pebisnis pemula: mulai dari mimpi dan imajinasi. Imajinasi adalah kunci melihat peluang yang belum terlihat. Miliki semangat dan ketekunan. Gagal itu wajar, tapi bangkit setelah gagal itu yang luar biasa.
Pahami dasar-dasar bisnis. Tak harus kuliah ekonomi, tapi wajib belajar pencatatan, pemasaran, dan manajemen stok. Berani ambil risiko. Tapi risiko yang dihitung, bukan asal nekat.
Kerja keras dan terus belajar. Tak ada sukses yang instan. Belajar dari orang lain. Dengarkan cerita, baca buku, ikut pelatihan. Terbuka terhadap kritik. Jangan terlalu cepat tersinggung jika ada masukan.
Bangun jejaring dan kolaborasi. Jangan merasa bisa sendiri. Jangan suka menunda. Ide bagus tidak ada artinya kalau tidak segera dilaksanakan.
Tantangan Lokal, Solusi Kontekstual
Orang Papua menghadapi tantangan unik dalam membangun usaha. Harga barang mahal, transportasi logistik sulit, akses modal terbatas, dan kadang sistem birokrasi tidak berpihak.
Tapi itu semua bukan alasan untuk menyerah. Justru dengan disiplin, strategi, dan motivasi yang tepat, usaha kecil bisa tumbuh besar bahkan dari kampung terpencil.
Sudah banyak contoh anak-anak muda Papua yang berhasil membangun bisnis kopi, usaha tenun noken, jasa kuliner, hingga agribisnis lokal. Kunci mereka bukan modal besar, tapi konsistensi menjaga keuangan dan keberanian untuk mencoba.
Usaha adalah seperti perahu. Uang adalah bahan bakarnya. Sekecil apapun lubangnya, kalau tidak segera ditambal, perahu akan tenggelam. Karena itu jangan biarkan uang usaha bocor hanya karena kita malas mencatat, tidak disiplin anggaran, atau tergoda gengsi.
Tanah Papua adalah tanah kaya. Tapi kekayaan sejati bukan hanya pada emas di dalam tanah, tapi pada kemampuan anak-anak mudanya menjaga hasil kerja keras mereka dengan bijak.
Karena itu, mulai hari ini, kelola uang usahamu dengan lebih disiplin. Karena sukses bukan hanya soal berapa banyak uang yang kamu hasilkan, tapi seberapa baik kamu bisa menjaganya agar tidak hilang sia-sia.
(*) Nikodemus Kambu adalah penulis artikel ini. Penulis adalah pensiunan guru SMA yang berdomisili di Manokwari dan ketua Yayasan Wion Susai Papua.