
Jenderal Mathias Wenda saat masih muda dalam aktivitas gerilya di rimba Papua (Doc photo: Ist)
Papua Barat Berduka – Dari Wamena Pegunungan Tengah Papua, melintasi hutam rimba, rangkaian pegunungan yang terjal, lembah-lembah, sungai, rawa-rawa, turun ke daratan rendah, melintasi wilayah perbatasan hingga ke Bewani Papua New Guinea (PNG). Ada sebuah nama yang begitu dihormati dengan penuh semangat juang oleh rakyat Papua.
Dialah Jenderal Mathias Wenda, sosok yang telah menyatu dengan bumi Papua. Ia telah mengembuskan napas terakhirnya pada Sabtu, 12 April 2025, di usia 90 tahun. Sebuah kabar duka yang mengharukan mengguncang hati setiap pejuang kemerdekaan, terutama para anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang telah bersama-sama menjalani perjuangan keras selama lebih dari lima dekade melawan kolonisasi Indonesia.
Mathias Wenda adalah seorang pejuang sejati. Hidupnya telah dipersembahkan untuk tanah airnya Papua Barat. Sejak muda, ia telah bergabung melalui perlawanan bersenjata melawan pendudukan dan penjajahan Indonesia setelah Papua Barat dianeksasi secara paksa oleh Indonesia pada 1969.
Wenda bukanlah seorang tokoh yang mencari popularitas dan perhatian publik. Perjuangannya telah membentuk seluruh generasi pejuang Papua yang terus berlanjut hingga hari ini. Sebagai seorang gerilyawan senior ulung terakhir sejak era Markas Victoria di perbatasan RI-PNG, Mathias Wenda telah menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan.
Dengan penuh keberanian, ia memimpin pasukannya dalam operasi-operasi sulit di medan yang sangat sulit dijangkau. Mempertaruhkan hidupnya demi satu tujuan: kemerdekaan Papua Barat.
Selama lebih dari lima dekade, ia hidup dengan resiko, jauh dari keluarga, dan terus berjuang dengan segala keterbatasan. Seolah tahu bahwa pertempuran yang ia pilih adalah pertaruhan terbesar dalam hidupnya. Seraya berharap suatu hari ia dapat melihat sang Bintang Fajar Berkibar di era kemerdekaan Papua.
Namun sayang. Usia renta dan waktu telah membatasi putaran roda waktu hidupnya sehingga impiannya belum tercapai. Tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa Mathias Wenda pernah mempertimbangkan untuk menyerah atau kembali ke Indonesia.
Baginya, kemerdekaan Papua adalah perjuangan yang harus dimenangkan. Ia telah membayarnya dengan mengorbankan jiwa dan raga untuk tanah airnya Papua Barat!
Duka yang Menyentuh Hati
Pada pagi Senin, 14 April 2025, ketika berita kepergiannya tersebar, reaksi selanjutnya datang dari Panglima Tertinggi Komando Nasional TPNPB, Jenderal Goliath Naaman Tabuni. Dari belantara, rimba raya Papua, ia segera mengeluarkan pernyataan duka cita.
Di bawah perintah Jenderal Tabuni, seluruh pasukan TPNPB di 36 Kodap se-Tanah Papua diberi instruksi untuk menghormati sang pahlawan dengan menaikkan bendera Bintang Fajar setengah tiang. Seperti yang diungkapkan oleh Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom, dalam siaran pers, kepergian Mathias Wenda adalah kehilangan besar yang dirasakan oleh seluruh pasukan, keluarga, dan rakyat bangsa Papua.
“Dia bukan hanya pemimpin, tetapi juga simbol keberanian dan harapan. Kami kehilangan seorang pejuang yang telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk tanah ini (Papua),” ungkap Sambom dalam siaran pers.
Di dalam kabut hutan yang pekat, jauh dari keramaian kota, dan terpisah dari dunia luar, para pejuang muda yang pernah berjuang bersama Mathias Wenda akan selalu mengenang kembali setiap langkah perjuangan mereka.
Mathias Wenda adalah sosok yang berkharisma. Pandangannya tajam. Suaranya datar dan tenang. Ia selalu mengajarkan para pejuang muda di medan juang rimba raya Papua untuk tidak pernah menyerah dan terus berjuang. Meski hidup dalam kesulitan, ia selalu memberi harapan bahwa suatu saat Papua akan bebas.
Perjuangan yang Tak Pernah Pudar
Sejak pertama kali bergabung dalam perlawanan bersenjata pada tahun 1970-an, Mathias Wenda telah membuktikan dedikasinya kepada perjuangan kemerdekaan Papua. Pada 1 Desember 1961, ketika bendera Bintang Fajar pertama kali dikibarkan, Papua Barat merasakan momen kemerdekaannya yang tak berlangsung lama karena kemudian dianeksasi oleh Indonesia setelah Pepera 1969.
Namun, bagi Mathias Wenda dan ribuan orang Papua lainnya, kemerdekaan adalah hak yang tak boleh dicabut. Wenda kemudian menghabiskan sebagian besar hidupnya di medan gerilya dan pertempuran, jauh dari keluarganya.
Seperti banyak pejuang lainnya, ia harus hidup dalam kesendirian, bersembunyi di hutan-hutan yang tak terjamah, berjuang bukan hanya melawan tentara Indonesia, tetapi juga menghadapi kondisi alam yang keras. Namun, semangatnya tak pernah luntur.
Setiap serangan yang ia pimpin selalu dipenuhi dengan keyakinan bahwa perjuangan ini adalah untuk kebebasan dan martabat bangsa Papua.
Namun, meski tak kenal lelah berjuang, ia tahu bahwa waktu tidak akan pernah berpihak kepada siapapun. Usia yang semakin lanjut membuat langkah-langkahnya semakin berat, namun ia terus bertahan hingga akhir hayatnya.
Legasi Yang Ditinggalkan
Kepergian Jenderal Mathias Wenda meninggalkan banyak pertanyaan. Apa yang akan terjadi dengan perjuangan kemerdekaan Papua setelah kepergiannya? Bagaimana generasi penerus akan melanjutkan visi yang ia bersama para pejuang senior seperti mendiang Kelly Kwalik, Richard Yoweni, Bernard Mawen dan lain-lain, perjuangkan sepanjang hidup mereka?
Sejarah perjuangan Papua tetap terus berlangsung meskipun banyak tokoh-tokoh besar, seperti Wenda, telah pergi. Tetapi bagi banyak orang, Mathias Wenda adalah figur yang tidak hanya dikenang karena perjuangannya di medan perang gerilya, tetapi juga karena keyakinannya yang tak tergoyahkan bahwa kemerdekaan Papua adalah hak yang tidak bisa ditawar.
Kepergian seorang pejuang gerilya sekelas Mathias Wenda memang terasa seperti kehilangan yang sangat dalam. Tidak hanya bagi keluarga dan teman-temannya, tetapi juga bagi seluruh bangsa Papua. Namun, dalam dunia perlawanan, kepergian seorang pemimpin bukan berarti berakhirnya perjuangan.
Panglima Goliath Tabuni, yang kini memimpin pasukan TPNPB, mengingatkan seluruh pasukan dan simpatisan Papua untuk tidak menyerah. Meski telah kehilangan tokoh besar, semangat perlawanan akan terus hidup. Bagi mereka, perjuangan belum selesai.
“Mathias Wenda mungkin telah meninggalkan kami, tetapi warisan dan semangatnya akan terus hidup. Papua tidak akan pernah menyerah,” tegas Tabuni.
Di luar sana, di tanah Papua yang masih bergolak, Mathias Wenda mungkin telah pergi, tetapi jejak-jejak perjuangannya akan selalu dikenang oleh mereka yang terus berjuang.
Sebab, di tanah yang penuh dengan luka ini, semangat untuk merdeka akan selalu menyala. Tak peduli siapa yang memimpin. Perjuangan akan terus berlanjut! (Julian Haganah Howay)